Skip to main content

Tongkat Sakti Helmi Hasan: Simbol Silaturahmi atau Tameng dari Jerat Hukum?

 

 

Bengkulu, Siberspace.id -- Mungkinkah simbol “tongkat sakti” yang diserahkan Helmi Hasan kepada Kepala Kejati Bengkulu akan mampu menaklukkan institusi kejaksaan? Ataukah justru menjadi bagian dari strategi meredam potensi jerat hukum atas dugaan kasus korupsi saat ia menjabat Wali Kota Bengkulu?

 

Godaan korupsi di level kepala daerah bukan hal baru. Beban “biaya politik tinggi” kerap membuat banyak pejabat daerah terjebak dalam lingkaran korupsi, termasuk di Provinsi Bengkulu. Sejarah mencatat deretan nama seperti Agusrin M. Najamuddin, Junaidi Hamsyah, Ridwan Mukti, hingga Rohidin Mersyah yang terjerat hukum akibat korupsi. Kini, sorotan tajam mengarah ke Helmi Hasan.

 

Bayang-Bayang Kasus Ahmad Kanedi

Kasus korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kanedi, membuka kembali pertanyaan publik: apakah praktik korupsi juga berlanjut di era Helmi Hasan? Pasalnya, Helmi merupakan penerus langsung masa kepemimpinan Ahmad Kanedi. Sejumlah pihak menduga, kasus ini bisa menyeret lebih banyak nama.

 

“Saya yakin Bang Ken akan buka-bukaan,” ujar seorang sumber yang enggan disebutkan namanya, mengindikasikan bahwa penyidikan bisa melebar ke masa kepemimpinan Helmi.

 

Tongkat Sakti dan Diplomasi Lembut

Pada 15 Juni 2020, Helmi Hasan menyerahkan tongkat berlogo Pemkot Bengkulu kepada Kepala Kejati Bengkulu sebagai simbol dukungan penegakan hukum. Di mata publik, aksi ini bisa dibaca sebagai pendekatan diplomatik yang cermat dalam membangun relasi dengan aparat hukum.

 

Silaturahmi Helmi bahkan menjangkau level nasional melalui forum kepala daerah yang turut dihadiri Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dalam pertemuan Februari 2025 di Magelang, Jaksa Agung menegaskan tidak akan ada tempat bagi koruptor, pesan yang mengarah ke tekanan moral bagi seluruh pejabat daerah, termasuk Helmi Hasan.

 

Namun, pertanyaannya: apakah Helmi Hasan yakin dirinya benar-benar bersih?

 

Efek Hubungan Dekat: Harapan dan Kecurigaan

 

Kedekatan simbolik dan akses komunikasi dengan institusi kejaksaan bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, mendukung percepatan proses hukum; di sisi lain, menimbulkan kecurigaan adanya potensi pengaruh yang membelokkan jalannya penyidikan.

 

Kasus Ahmad Kanedi dan dua tersangka dari pihak swasta saat ini tengah bergulir. Namun, publik menanti: apakah proses ini akan mengungkap lebih dalam keterlibatan pejabat lain di masa pemerintahan Helmi Hasan?

 

Kesimpulan & Rekomendasi

1. Relasi Bukan Kekebalan: Strategi silaturahmi dan penyerahan simbolik seperti “tongkat sakti” tidak boleh menjadi tameng impunitas. Soft diplomacy tidak boleh menghalangi hukum.

2. Integritas Kejaksaan: Di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin, Kejaksaan Agung telah menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum tanpa pandang bulu.

3. Proses Hukum Transparan: Kejati Bengkulu harus memastikan penanganan kasus korupsi berlangsung objektif, adil, dan terbuka untuk publik.

4. Keterbukaan Publik: Seluruh proses penyelidikan hingga putusan wajib disampaikan ke publik guna menghindari spekulasi dan menjaga kepercayaan masyarakat.

 

Akhirnya, Tongkat Sakti Bukan Jaminan Kekebalan

Dengan kuatnya simbolisme dan kedekatan Helmi Hasan dengan aparat hukum, publik Bengkulu berharap ini bukan sekadar pendekatan politis, melainkan membuka jalan bagi penuntasan kasus korupsi secara tuntas dan adil. Kini, bola panas ada di tangan kejaksaan.

 

Apakah Helmi Hasan akan ikut terseret? Waktu dan integritas penegak hukum yang akan menjawabnya. (Tim)

 

Sumber: indonesiainteraktif.com https://indonesiainteraktif.com/tongkat-sakti-dan-silaturahmi-helmi-hasan-ke-jaksa-agung-bagi-penuntasan-kasus-korupsi-di-pemkot

Wilayah